Widget Recent Post No.

Rabu, 05 April 2023

SYARI’AH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH


 

PENDAHULUAN

Ajaran Islam yang diturunkan melalui wahyu adalah untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan manusia. Sebab akal tidak selamanya mampu memberi jawaban terhadap persoalan dan kebutuhan manusia meski sangat berguna dalam kehidupannya. Maka kehadiran wahyu tentu memberikan kebaikan. Itulah kenapa wahyu diturunkan secara berangsur-angsur karena untuk menjawab persoalan-persoalan yang muncul. Sehingga wahyu hadir sesuai dengan konteks sosial yang dibutuhkan.

Setelah Rasulullah saw wafat di tahun 632 M maka proses turunnya wahyu selama kurang lebih 23 Tahun juga berhenti. Para sahabat Nabi Saw menyebarluaskan ajaran Islam kepada generasi berikutnya. Namun, persoalan yang muncul biasanya dapat dijawab secara langsung dengan turunnya wahyu atau dengan penjelasan dari Nabi saw sewaktu masih hidup sudah tidak bisa didapatkan lagi. Sementara zaman semakin berkembang, kondisi masyarakat semakin dinamis, dan banyak persoalan baru yang dihadapi umat. Perkembangan zaman tersebut seringkali menyisakan persoalan yang jawabannya tidak didapatkan secara tegas di dalam Al-Qur’an maupun hadits. Maka untuk menghadapinya diperlukan proses ijtihad.

Ijtihad dilakukan dengan sungguh-sunguh oleh para ulama agar umat tidak menyimpang dalam mengamalkan praktik agama. Maka supaya kita tetap lurus di jalan nabi dan sahabatnya dalam praktik agama (amaliyah) diperlukan memahami syari’ah ahlus sunnah wal-jama’ah.

PEMBAHASAN

Pengertian Syari’ah

Secara Bahasa syari’ah bermakna jalan yang lurus sebagaimana dalam Qs. Al-jatsiyah : 18 yang berbunyi :

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (jalan/peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Qs. Al-Jastiyah : 18)

Secara Istilah, syari’ah adalah Hukum-hukum yang ditetapkan Allah untuk mengatur manusia baik dalam hubungannnya dengan Allah , dengan sesama manusia, dan dengan alam semesta. Menurut Hossein Nasr, Syariah atau hukum Islam merupakan inti ajaran agama Islam sehingga seseorang dapat dikatakan muslim jika dia menerima legitimasi syari’ah sekalipun dia tidak mampu melaksakan seluruhnya.

Pentingnya Ijtihad

Dengan demikian apa yang datang dari wahyu berupa ajaran Islam merupakan syari’ah (jalan lurus) menuju Allah saw. Maka ketentuannya pun dari Allah dan tugas manusia adalah menerima dan melaksakannya. Seiring dengan perkembangan zaman dan persoalan baru yang muncul maka praktik menjalankan agama menuntut untuk dilakukan ijtihad terutama untuk memperjelas pemahaman dan amaliyah agama secari rinci.  Ijtihad sudah pernah dicontohkan sabahat ketika Nabi saw masih hidup, yaitu sahabat Mu’adz bin Jabal ketika diutus oleh Rasulullah saw menjadi Qodi di Yaman.

Ijtihad dilanjutkan oleh generasi setelah sahabat, yaitu tabi’in. maka muncullah banyak tokoh yang ijtihadnya kuat berdasarkan kapasitas keilmuannya yang luas dan mendalam dalam bidang agama. Bahkan bukan hanya mampu berijtihad sendiri tapi mampu menghadirkan pola pemahaman (manhaj) tersendiri terhadap sumber utama ajaran Islam (Al-Qur’an dan hadits) dengan adanya metode berijtihad

Pentingnya Bermadzhab Dalam Menjalankan Agama

Pola pemahaman terhadap ajaran Islam melalui ijtihad ini disebut madzhab yang berarti jalan pikiran atau jalan pemahaman. Madzhab ini diikuti oleh Umat Islam yang tidak mampu melakukan ijtihad sendiri karena keterbatasan ilmu. Dan memang secara umum umat Islam tidak mampu melakukan ijitihad sendiri sehingga pada umumnya umat ini harus dengan bermadzhab dalam menjalankan ajaran agamanya.

Dengan cara madzahab ini ajaran Islam dapat diamalkan dengan mudah, dapat dikembangkan dan disebarkan kepada lapisan masyarakat umum. Dengan pola demikian maka penyampaian amaliyah ajaran Islam dapat terpelihara kelurusan dan terjamin kemurniannya. Sehingga amaliyah ajaran Islam dapat dipertanggung jawabkan secara benar. Ajakan kembali kepada al-Qur’an dan hadits tidak boleh diartikan memahami keduanya secara bebas. Jadi harus melalu prosedur, persyaratan, dan tuntunan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Jadi dalam mengamalkan syari’ah menurut ahlus sunnah wal-jama’ah harus dilakukan dengan cara bermadzhab. Dalam hal ini ada empat imam madzhab yang diakui, yaitu madzhab Hanafi yang didikan oleh Abu Hanifah, madzhab Maliki oleh imam Malik bin Anas, madzhab Syafi’iyah oleh imam Syafi’ie, dan madzhab Hambali oleh imam Ahmad bin Hambal. Ada beberapa alas an kenapa empat madzhab ini yang diakui, yaitu :

1.      Kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah masyhur diakui

2.      Mereka adalah mujtahid mutlak mustaqil, yaitu mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan manhaj prosedur istinbath.

3.      Para imam madzhab tersebut memiliki murid-murid yang secara konsisten mengajarkan dan mengembangkan madzhabnya yang didukung oleh buku induk yang masih terjamin keasliannya sampai sekarang.

4.      Dan keempatnya mempunyai mata rantai dan jaringan keilmuan diantara mereka.

Beberapa Ciri Amaliyah Ahlus Sunnah wal-jama’ah

Beberapa hal yang membedakan golongan Ahlussunnah wal Jamaah dengan kelompok umat Islam yang lain, yaitu :

1.   Berpegang teguh pada nash Alqur’an dan Hadis.

2.   Memuliakan Ahlul Bait dan para sahabatnya.

3.  Berpegang teguh pada amaliah para sahabat Nabi Muhammad terutama para Khulafaur Rasyidun.

4. Mengambil pendapat ulama yang terbanyak (jumhur ulama) jika terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama.

5.  Berpegang teguh pada ijma’ ulama terhadap hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.

6.   Mengikuti pendapat Imam Mujtahidin yang mu’tamad jika tidak mampu berijtihad.

Sedangkan hal yang menjadi keyakinan Ahlussunnah Wal Jamaah dalam hukum syariah yang perlu diketahui, di antaranya yaitu.

1.      Berdoa dengan bertawasul dapat dibenarkan berdasarkan Alqur’an dan Hadis.

2.      Membaca “al-Barzanji” dan manakib Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani disunnahkan.

3.    Membaca tahlil, shalawat, surat Yasin, disunnahkan.

4.    Membaca doa qunut pada shalat subuh disunnahkan.

5.    Membaca Al-Qur’an di kuburan dibolehkan.

6.    Menghadiahkan pahala doa atau amal lainnya kepada arwah orang mati yang beriman jelas akan sampai kepada yang dituju.

7.   Mentalqin mayit yang sudah dikubur boleh dan disunnahkan.

8.   Ziarah kubur hukumnya sunnah bila bertujuan untuk mengambil pelajaran dan mengingat akhirat serta untuk mendoakan orang Islam

9.      Maulid Nabi saw dibolehkan dan disunnahkan.

Kesimpulan

Ajakan kembali kepada al-qur’an dan hadits tidak bisa dipahami secara bebas sesuai dengan selera dan kemampuan sendiri. Dalam tradisi ahlus sunnah wal-jama’ah, umat islam harus bermadzhab untuk dapat mewarisi pemahaman dan amaliyah yang benar sebagamana jalan nabi saw dan para sahabatnya. Madzha yang dimaksud adalah madzhab yang diakui karena keilmuan dan kemasyhurannya sebagai ulama Ahlus Sunnah wal-jama’ah

0 komentar:

Posting Komentar

ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIEN